Rabu, 29 Mei 2013

Karena Setiap Dinding Ada Pintunya… by Rhenald Kasali


Untuk yang selalu mengeluh........
Untuk yang selalu mengubur potensi dan kemampuannya........
Untuk yang belum mensyukuri anugerah Tuhan......
Untuk yang belum menyadari keberadaannya.....
Semoga menjadi inspirasi.........

http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/21368/karena-setiap-dinding-ada-pintunya.html
Rabu, 29 Mei 2013 - 08:50:51

BANYAK orang yang tidak menyadari hidupnya dikendalikan oleh sebuah “loop” (pusaran) yang bergerak dari constraint yang satu ke constraint yang lain. Pernyataan-pernyataannya kurang lebih: “Aku anak petani miskin”, “Otakku enggak nyampe”, “Jangan bermimpi, kita ini orang susah”, “Modalnya enggak ada”, atau “Sekolah kita bukan sekolah unggulan”.
Kalau diteruskan, kita juga temukan gocekan-gocekan liar dari tulisan-tulisan di berbagai blog dan milis yang disertai ancaman, ejekan, serta segala alasan seperti: “Sok tahu kamu”, “Itu tidak akan bisa”, “Tidak bernalar”, “Pasti akan gagal”, “Waktunya tergesa-gesa, tidak ada yang bisa”, “Siapkan dulu anunya”, dan seterusnya. “Anunya” itu bisa berarti uang, tenaga, prasarana, dan sebagainya.
Kalimatnya pun beragam, mulai yang pesimistis hingga kalah sebelum bertarung, namun terkesan heroik karena “berani menantang” sebuah legacy.
Tetapi, intinya terpaku pada constraint. Constraint itu berarti keterbatasan, pembatas, garis batas, bahkan dapat berbuntut cornering (menyudutkan), membatasi, menghalang-halangi, meragukan, menyimpulkan sesuatu yang negatif.
Orang-orang yang memiliki constraint-based thinking biasanya dibesarkan dalam kultur yang mengajarkan ketidakmampuan, biasa bekerja dibatasi, atau bisa egosentris yang beranggapan, “Kalau saya tidak bisa, yang lain apa lagi”. Intinya sederhana saja, tidak bisa karena tidak mau, tidak terima, dan yang lain juga dilarang mengikuti untuk membuktikan bahwa perlawanan itu benar: gagal!
Constraint-based adalah karakter yang membuat perusahaan tidak maju, karier seseorang stagnant (tidak berkembang), dan bangsa ini tidak berkembang.
Setiap melangkah selalu dimulai dengan “harus ada dulu” prasyarat-prasyaratnya. Harus ada uangnya dulu, kesehatan, waktu, tenaga, bangunan, tanah, pabrik, ahli, dan seterusnya.
OPPORTUNITY-BASED
Sebaliknya, ada kelompok lain yang pola pikirnya 180 derajat berkebalikan dengan constraint-based, yaitu opportunity-based thinking. Setiap ada dinding, mereka selalu percaya “ada pintunya”.

Mereka tidak melihat “constraint” atau suatu ketidakadaan sebagai hal yang membatasi. Pikiran mereka menembus segala batas, menemukan jalan keluar.
Mereka itulah pemilik masa depan yang mengawali tindakan-tindakannya dari jendela-jendela keindahan. Dan anehnya, terjadi paradoks. Bangsa-bangsa yang dibesarkan dalam “keterbatasan” bisa menjadi bangsa wirausaha dengan mengembangkan jaringan-jaringan usaha seperti Singapura.
Bangsa itu tidak punya sumber daya alam, tidak ada pasar yang memadai, namun mereka mampu menjadi negeri perdagangan yang solid dan sejahtera.
Sementara itu, bangsa-bangsa yang memiliki alam yang kaya justru menjadi bangsa “pegawai” atau bangsa politis. Cita-citanya menjadi bupati, PNS, atau ketua partai. Issue yang muncul seputar “pribumi” atau “pendatang” dan bagi-bagi kawasan. Bukan isu-isu perdagangan atau inovasi.
Bisakah itu kita ubah?
Tentu saja bisa. Bangsa ini harus mulai mengubah paradigma dari bangsa pegawai yang constraint-based menjadi bangsa dengan pegawai-pegawai yang cara berpikirnya opportunity-based.
Dari situ, barulah kita mengembangkan wirausaha-wirausaha yang cerdas dan dinamis yang mulai mengembangkan inovasi dan global brand.
Bangsa yang demikian bukanlah bangsa pengeluh, bukan yang main protes, bahkan bukan yang gemar menghalangi perubahan.
Mengapa harus menghalangi kalau mampu melihat “celah” atau “jendela”? Hampir setiap perubahan yang gagal diterapkan selalu dihalang-halangi bukan oleh orang-orang yang tidak pandai dalam arti yang sebenarnya, melainkan oleh orang-orang yang hidupnya tak berjendela.
Hidup yang demikian selalu dimulai dari constraint, dari kesulitan dan hanya melihat “susahnya” hidup atau “bakal susahnya”.
Sebab, opportunity-based thinking sangat berkebalikan dengan orang yang selalu melihat susahnya. Prinsipnya, “every single problem is opportunity. Mereka melihat setiap kesulitan atau constraint sebagai kesempatan. Karena itu, mereka bukanlah pengeluh, bukan juga penghalang, karena mereka melihat kesempatan. Masuk tipe apakah Anda? (Rhenald Kasali/*/che)

Selasa, 19 Maret 2013

Mandar Kalung Kuning di Cagar Alam Teluk Adang (2)

Mandar Kalung Kuning (Gallirallus philippensis)
di Cagar Alam Teluk Adang (2)


Oleh. M. Danang Anggoro 

        Tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur, pada kurun waktu bulan November 2012 telah mencatat dan mendokumentasikan perjumpaan dengan jenis burung Mandar Kalung Kuning atau yang lebih dikenal dengan nama ilmiah Gallirallus philippensis (Linnaeus,1776). Proses identifikasi sempat memerlukan waktu yang agak lama karena pada awalnya sempat terjadi kebingungan untuk mengidentifikasi jenis ini, dimana tim monitoring hanya mengandalkan buku Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang disusun oleh John MacKinnon dan kawan-kawan (2010). Pada buku tersebut jenis ini hampir mirip dengan Mandar-padi Erasia (Rallus aquaticus) atau dengan Mandar-padi Sintar (Gallirallus striatus). Seperti tergambar di bawah ini, gambar paling kiri adalah foto burung yang diambil di lapangan oleh tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur di Cagar Alam Teluk Adang, gambar (a) adalah gambar Mandar-padi Erasia (Rallus aquaticus) (MacKinnon et. al., 2010) dan gambar (b) adalah gambar Mandar-padi Sintar (Gallirallus striatus) (MacKinnon et. al., 2010).


Akan tetapi identifikasi awal di lapangan ini pun belum meyakinkan bagi kami karena terdapat perbedaan mencolok mengenai pola garis di bagian bawah yang sampai di leher, pola di sayap dan pola di bagian sekitar mata yang sampai di tepi paruh, warna kaki dan lain-lain. Akhirnya kami mencoba komunikasi online dengan beberapa penggiat konservasi burung untuk membantu identifikasi jenis ini. Kami mengunggah foto burung yang kami dapatkan di jaringan sosial Pengamat Burung Indonesia (PENGABDI) yaitu sebuah grup yang menjadi wadah bertukar informasi dan silaturahmi untuk semua Pengamat Burung yang ada di Indonesia. Grup ini merupakan hasil diskusi pengamat burung yang hadir pada acara Pekan Biodiversitas Indonesia pada tanggal 9-10 Juni 2012 di Yogyakarta. Atas bantuan rekan-rekan di grup tersebut akhirnya teridentifikasi bahwa jenis yang kami foto tersebut adalah Mandar Kalung Kuning (Gallirallus philippensis) yang kebetulan tidak terdapat di buku Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang disusun oleh John MacKinnon dan kawan-kawan (2010).
Hasil pengamatan Mandar Kalung Kuning di Cagar Alam Teluk Adang, dideskripsikan sebagai berikut : burung tidak terbang, berukuran sedang kurang lebih 30 cm, mahkota berwarna coklat, alis berwarna abu-abu terang, garis mata berwarna coklat menyambung dengan warna coklat dari bagian mahkota ke bagian tengkuk, garis mata di dekat mata berwarna coklat sedangkan di belakang mata berwarna coklat muda kekuningan, dagu berwarna abu-abu sampai dengan batas leher dengan dada, iris berwarna coklat kemerahan, paruh berwarna hitam kemerahan, sisi lambung mulai bagian dada dan bagian bawah memiliki pola khas garis-garis putih hitam yang halus, bagian punggung berwarna coklat dengan totol-totol putih dan hitam. Burung ini di amati berada di semak-semak agak terbuka yang kering, berdekatan dengan rawa-rawa dan hutan mangrove.  
Berdasarkan daftar merah spesies terancam yang dikeluarkan oleh IUCN ver. 3.1 tahun 2012, Mandar Kalung Kuning atau yang dalam bahasa Inggris disebut Banded Land-Rail, Banded Rail, Buff-banded Rail, Sharpe's Rail termasuk dalam kategori Least Concern (LC; Berisiko Rendah). Least Concern  adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Informasi tambahan menyebutkan bahwa jenis ini mempunyai sebaran yang sangat luas. Range sebaran spesies ini meliputi wilayah Indomalaya, Australasia dan Oceania.
Sebaran yang luas dan karakteristik sebagai jenis burung yang residen (menetap)  menyebabkan jenis ini memiliki banyak sub jenis. Terdapat 20 sub jenis untuk Gallirallus philippensis, dengan daerah persebarannya sebagai berikut (Kutilang, 2013):

  • ·         Gallirallus philippensis  andrewsi (Mathews, 1911) – Kep. Cocos (Keeling).
  • ·         Gallirallus philippensis  philippensis (Linnaeus, 1766) – Filipina; Sulawesi ke timur sampai Buru; Sumba (ras?), Alor, Sawu, Roti dan Timor.
  • ·         Gallirallus philippensis  pelewensis (Mayr, 1933) – Kepulauan Palau.
  • ·         Gallirallus philippensis  xerophilus (van Bemmel & Hoogerwerf, 1941) – Gunungapi (Sunda Kecil).
  • ·         Gallirallus philippensis  wilkinsoni (Mathews, 1911) – Flores.
  • ·         Gallirallus philippensis  lacustris (Mayr, 1938) – Pulau Papua bagian utara.
  • ·         Gallirallus philippensis  reductus (Mayr, 1938) – Dataran Tinggi Tengah dan pesisir timur-laut Papua timur-laut, termasuk Pulau Long I.
  • ·         Gallirallus philippensis  anachoretae (Mayr, 1949) – Kepulauan Kaniet (Anchorite), barat-daya Kepulauan Ninigo.
  • ·         Gallirallus philippensis  admiralitatis (Stresemann, 1929) – Kepulauan Admiralty.
  • ·         Gallirallus philippensis  praedo (Mayr, 1949) – Skoki (Kep. Admiralty).
  • ·         Gallirallus philippensis  lesouefi (Mathews, 1911) – New Hanover, Kepulauan Tabar dan Tanga, mungkin juga di New Ireland (Kepulauan Bismarck).
  • ·         Gallirallus philippensis  meyeri (Hartert, 1930) – New Britain dan Kepulauan Witu (Kepulauan Bismarck).
  • ·         Gallirallus philippensis  christophori (Mayr, 1938) – Kepulauan Solomon.
  • ·         Gallirallus philippensis  mellori (Mathews, 1912) – Pulau Papua bagian selatan dan barat-daya, Australia dan P. Norfolk.
  • ·         Gallirallus philippensis  assimilis (G. R. Gray, 1843) – Selandia Baru.
  • ·         Gallirallus philippensis  tounelierie Schodde & de Naurois, 1982 – Gugus kepulauan koral dari Pulau Papua bagian tengara dan Great Barrier Reef ke timur sampai Surprise group (lepas pantai utara New Caledonia).
  • ·         Gallirallus philippensis  swindellsi (Mathews, 1911) – New Caledonia dan Kepulauan Loyalty.
  • ·         Gallirallus philippensis  sethsmithi (Mathews, 1911) – Vanuatu dan Fiji.
  • ·         Gallirallus philippensis  ecaudatus (J. F. Miller, 1783) – Tonga.
  • ·         Gallirallus philippensis  goodsoni (Mathews, 1911) – Pulau Samoa dan Niue.
Meskipun memiliki sebaran yang luas, hal yang menarik tentang spesies ini di Indonesia adalah lebih banyak dilaporkan untuk bagian Indonesia Timur seperti wilayah Sulawesi, Maluku, Papua dan sekitarnya. Kajian sementara mengenai data-data pengamatan spesies ini di Kalimantan sangat terbatas. Sampai dengan bulan Maret 2013, selain laporan perjumpaan dengan Mandar Kalung Kuning di Cagar Alam Teluk Adang, hanya dapat ditemukan 1 (satu) laporan perjumpaan di daerah Ketapang, Kalimantan Barat pada tahun 2010. Sementara untuk sebaran di wilayah Kalimantan Timur belum didapatkan kajian dan informasinya. 
Kemudian kami mencoba mempelajari informasi sebaran spesies ini melalui data-data yang ditampilkan oleh IUCN dalam daftar merah spesies terancam. Peta informasi sebaran yang dimiliki IUCN sampai dengan tahun 2012  menunjukkan bahwa belum ada sama sekali laporan mengenai keberadaan jenis Mandar Kalung Kuning di dataran Kalimantan. Berdasarkan peta tersebut, sebaran jenis ini meliputi Indonesia bagian Timur, Filipina, beberapa spot di pesisir Australia, Papua Nugini, Selandia Baru dan kepulauan di Pasifik. Peta sebaran Mandar Kalung Kuning menurut IUCN (2012) sebagai berikut :

Semoga laporan perjumpaan dan dokumentasi burung Mandar Kalung Kuning di Cagar Alam Teluk Adang oleh tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur ini menjadi tambahan wawasan mengenai studi burung-burung di Indonesia.Tetap semangat, Selamatkan Cagar Alam Teluk Adang. (Danang Anggoro/SKW III/ 1977062001121002)

DAFTAR PUSTAKA

BirdLife International and Natureserve .2012. Bird Species Distribution Maps of The World 2012. Gallirallus philippensis. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. http://maps.iucnredlist.org/map.html?id=106002855 (diakses, pada 19 Maret 2013).
IUCN Red List of Threatened Species.2012. Gallirallus philippensis (Banded Land-Rail, Banded Rail, Buff-banded Rail, Sharpe's Rail). http://www.iucnredlist.org/details/106002855/0 (diakses, pada 19 Maret 2013).
Kutilang Indonesia. 2013 . Mandar-padi Kalung Kuning . 27 Januari 2013. http://www.kutilang.or.id/burung/konservasi/mandar-padi-kalung-kuning/ (diakses, pada 19 Maret 2013).
MacKinnon J., Phillipps K., van Balen B. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali,   Kalimantan. Bogor. LIPI. Burung Indonesia.