Tugas Ujian Tengah Semester, Mata Kuliah Analisis Kebijakan dan
Pembuatan Keputusan, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK), Sekolah Pascasarjana UGM
Nama :
M. Danang Anggoro
NIU :
13/354688/SKT/133
Membuat critical review untuk :
Nama
Jurnal
|
:
|
Journal
of Public Policy (32), 2, hal 79 – 98, © Cambridge University Press, 2012
|
Judul
|
:
|
Policy
Formulation, Governance Shift and Policy Influence : Location and Content in
Policy Advisory Systems
|
Author
|
:
|
Jonathan Craft (Departement
of Political Science, Simon Fraser University, Canada)
Michael
Howlett
(Departement of Political Science, Simon Fraser University, Canada)
|
Craft dan Howlett (2012)
dalam artikel ini mengungkapkan hasil kajian penilaian ciri-ciri model
lokasional dibalik bukti pergeseran dalam pengaturan tata kelola yang tampak
kabur baik di sisi dalam versus sisi luar dan dimensi teknis versus politis
dalam lingkungan formulasi kebijakan. Argumentasi yang muncul bahwa
perkembangan sumber-sumber masukan/pertimbangan (advisory) yang semakin beranekaragam (plural) dan polisentris berasosiasi dengan tantangan pergeseran
tata kelola penggunaan di kedua sisi, baik isi yang tersirat dan dimensi
lokasional dari model tradisional sistem masukan/pertimbangan kebijakan atau
disebut sebagai policy advisory system
(PAS). Pendekatan yang diperbarui
lebih lanjut dalam kajian ini adalah temuan bahwa produk dari isi masukan terhadap kebijakan
lebih berpengaruh terhadap kebijakan itu sendiri daripada lokasi policy adviser-nya.
Dalam ulasan ini,
mencoba untuk melakukan analisis terhadap wacana dalam artikel dari sisi
argumentasi mengenai pluralitas sumber-sumber masukan/pertimbangan terkait
dengan atribut keilmuan dalam kerangka sistem sosial dengan sistem ekologi. Hal
yang menjadi menarik juga adalah latar belakang keilmuan kedua penulis adalah di
bidang ilmu politik murni yang lebih lebih menunjukkan kecenderungan kajian
akan dianggap berada dalam konstelasi sistem sosial.
Trend perkembangan formulasi
kebijakan menunjukkkan bahwa jika dulunya kebijakan hanyalah diformulasikan
untuk mengatur hubungan antar manusia atau lebih berjalan dalam sistem sosial
dengan landasan filsafat yang cenderung antroposentris, maka ketika kemudian
kajian kebijakan berkembang pula seiring berkembangnya landasan filsafat
biosentris bahkan meluas ke ekosentris yang dibangun oleh ilmuwan-ilmuwan
berlatar belakang pandangan ekologi. Landasan kebijakan yang antroposentris cenderung
memandang bahwa manusia adalah pusat segala proses yang terjadi di dunia ini.
Sedangkan dalam pandangan biosentris, menanamkan wacana bahwa bukan hanya
manusia yang memiliki hak dalam proses semesta, tumbuhan, hewan dan semua
sistem biologi juga memiliki hak karena memiliki sistem kesadaran. Wacana
ekosentris meletakkan kesadaran ekologis terhadap sistem semesta. Ekosistem
dengan atribut biologi dan fisik merupakan satu kesatuan yang harus saling menghormati
keberadaan masing-masing. Maka dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dasar
ulasan ini adalah mencoba menggali lebih dalam nilai universalitas dalam
pluralitas sumber-sumber masukan yang menjadi argumentasi Craft dan Howlett
(2012) dalam policy advisory system
yang diuraikan di artikel tersebut.
Menjembatani kajian
formulasi kebijakan antara sistem sosial dengan sistem ekologi merupakan
tantangan yang menarik. Sebuah judul artikel yang ditulis oleh Agrawal dan
Ostrom (2006) memberikan contoh yang sangat inspiratif sekaligus konfrontatif
yaitu, “Political Science and Conservation Biology : A Dialog of The Deaf”,
ilmu politik dan biologi konservasi diberikan atribut sebagai dialog antara
orang-orang tuli. Akan tetapi isi tulisan Agrawal dan Ostrom (2006) ini
sebenarnya mengungkapkan betapa cerahnya masa depan percakapan di lingkup ilmu
politik dengan biologi konservasi, meskipun memiliki latar belakang masa lalu
yang kelam. Bidang transdisiplin atau antar bidang atau lintas bidang merupakan
harapan untuk dikembangkan dalam menjembatani kajian formulasi kebijakan antara
sistem sosial dengan sistem ekologi.
Politik ekologi
merupakan produk hibrid lintas disiplin, seperti yang diungkapkan oleh Bryant
dan Bailey (1997) dalam Adams dan Hutton (2007) bahwa politik ekologi melakukan
analisa kondisi lingkungan atau ekologis sebagai produk dari proses sosial dan
politik. Sebagai contoh dinamika yang terjadi bahwa ilmuwan konservasi yang
telah berkecimpung lama dalam membangun kaidah-kaidah konservasi keanekaragaman
hayati dengan nilai dan normanya, berhadapan dengan perkembangan baru
pendekatan yang lebih komprehensif sebagai respon kritik ilmuwan sosial
terhadap konservasi dengan pandangan bahwa pengarah perubahan lingkungan adalah
sosial (Newing, 2011), aktifitas manusia (Redford dan Stearman, 1993 dalam Adams
dan Hutton,2007) dan sifat infasif dan merusak dari aktifitas manusia
(Struhsaker, 1999 dalam dalam Adams dan Hutton,2007). Dari semua uraian diatas,
menjadi dasar pentingnya menemukan universalitas dalam argumentasi pluralitas
sumber-sumber policy advisory dan
menemukenali karakternya dalam kebijakan-kebijakan yang berlatar belakang
sistem sosial dan sistem ekologi.
Untuk memahami
universalitas dan menemukenali karakter policy
advisory untuk kedua sistem dalam latar belakang kebijakan yaitu sistem
sosial dan sistem ekologi, pada ulasan ini memulai dari dua model ideal policy advising dalam artikel Craft dan Howlett (2012 : 86 ) yang
diadaptasi dari Prince (2007 :179), sebagai berikut :
Tabel 1. Dua model ideal policy advising
Elemen
|
Menyampaikan
kebenaran kepada kekuasaan (Speaking
truth to power)
|
Berbagi
kebenaran kepada beberapa pelaku yang berpengaruh (Sharing truths with multiple actors of influence)
|
Fokus
pembuatan kebijakan
|
Hirarki
depatemental dan portofolio vertikal
|
Antar
departemen dan pengelolaan isu horisontal dengan jaringan eksternal dan
komunitas kebijakan
|
Latar
belakang pejabat karir senior
|
Eksekutif
yang memiliki pengetahuan dengan keahlian di sektor kebijakan dan sejarah
|
Manajer
generalis dengan keahlian pada proses pengambilan keputusan dan sistem
|
Lokus
dari proses kebijakan
|
Relatif
bermuatan lokal dalam pemerintahan, ditambah dengan dewan penasihat dan
komisi negara
|
Terbuka
terhadap kelompok dari luar, institusi penelitian, pemikir, konsultan,
lembaga survei dan pusat virtual
|
Relasi
menteri/deputi menteri
|
Kemitraan
yang kuat dalam penyiapan proposal, mempercayai dan mengambil kebijakan
sebagian besar dari aparat/pejabat
|
Berbagi
kemitraan, mengambarkan ide dari aparat/pejabat, donor, konsultan, pelobi,
pemikir, media
|
Kealamian
policy advice
|
Masukan/pertimbangan
yang jujur dan meyakinkan kepada menteri yang diberikan secara netral dan
dengan cara terpisah
Kompetensi
netral
|
Masukan/pertimbangan
yang relatif lebih diarahkan oleh pejabat dengan cara yang lebih sesuai atau
dikenakan sebelum disampaikan/ditahbiskan.
Kompetensi
responsif
|
Profil
publik aparat/pejabat
|
Secara
umum tidak dikenali/anonim
|
Lebih
terlihat pada kelompok, para anggota parlemen dan media
|
Peran
aparat/pejabat pada proses kebijakan
|
Advisor
yang meyakinkan di dalam pemerintahan dan pengamat netral di luar
pemerintahan
Menawarkan
panduan kepada pengambil keputusan di pemerintahan
|
Partisipan
aktif pada diskusi kebijakan di dalam dan di luar pemerintahan
Mengelola
jaringan kebijakan dan mungkin membangun kapasitas kelompok klien
|
Selain itu juga,
anggota dari policy advisory system dapat diorganisasikan melalui isi
kebijakannya, seperti yang disampaikan Craft dan Howlett (2012 : 91) sebagai
berikut :
Tabel 2. Anggota dari policy
advisory system yang diorganisasikan melalui isi kebijakannya
|
Jangka Pendek
/ reaktif
|
Jangka
Panjang / antisipatoris
|
Prosedural
|
“Murni”
politis dan masukan/pertimbangan proses kebijakan
Tradisional
Partai
politik, parlemen dan komite legislatif (DPR, Konggres); badan pengatur
Seperti
Penasehat
politik internal maupun eksternal ; kelompok kepentingan ; pelobi ; analis
kebijakan pelayanan publik kelas menengah dan manajer kebijakan ; lembaga
survei
|
Masukan
untuk pengarahan kebijakan jangka menengah dan panjang
Tradisional
Deputi
menteri, badan pusat/eksekutif ; komisi negara ; badan hukum/ pengadilan
Seperti
Lembaga,
dewan dan komisi ; perusahaan ; organisasi internasional (seperti OECD, ILO,
UN)
|
Substantive
|
Krisis
jangka pendek dan masukan/pertimbangan pemadam kebakaran
Tradisional
Rekan-rekan
politik (seperti, kabinet) ; pejabat eksekutif ; staf politik
Seperti
Perluasan
staff politik kementerian atau konggres ;
kabinet dengan komite kobinet ; manajer krisis eksternal/ konsultan ;
politisi strategis ; lembaga survey ; organisasi komunitas / NGO ; pelobi ;
media
|
Pembuatan
kebijakan berbasis bukti (Evidence-based
policy making)
Tradisional
Badan
Statistik/departemen ; penasehat kebijakan senior departemen ; unit kebijakan
strategis ; komisi negara
Seperti
Lembaga
pemikir (thinks tanks), penasehat
ilmiah dan akademik ; inisiatif kebijakan keterbukaan data yang mendorong
keterlibatan warga negara/web 2.0 ; panel pita biru
|
Dalam kebijakan yang
berbasis sistem ekologis boleh dikatakan memiliki dimensi teknis yang besar,
sehingga dalam perkembangannya sangat menyandarkan pada expertise/keahlian. Craft dan Howlett (2012) telah menyadari hal
itu dengan memasukkan dimensi teknis vs politis dalam lingkungan formulasi
kebijakan. Giessen et. al. (2009),
dari kelompok Kebijakan Kehutanan dan Konservasi Alam Georg-August University yang
banyak mengkaji kebijakan-kebijakan mengenai pengelolaan hutan serta konservasi
alam menegaskan dimensi itu dalam artikelnya “ Between power and legitimacy –
Discourse and expertise in forest and environmental governance”, dengan
mengungkapkan pernyataan Grundmann (2009) dalam Giessen et. al. (2009) sebagai berikut ,
“The linear model of
knowledge production by science and subsequent transfer and application of
scientific expertise in public policy (“speaking truth to power”) support this
assumption (452- 453)”
Model linear produksi
pengetahuan dengan ilmu pengetahuan dan
transfer berikutnya dan penerapan
keahlian ilmiah dalam kebijakan publik
(“speaking truth to
power”)mendukung asumsi ini
(452-453)
Selain sektor
kehutanan, sektor geografi, juga melakukan serangkaian studi terkait relasi
ilmu pengetahuan, kebijakan dan politik dalam ruang lingkup lingkungan, seperti
artikel editorial Chilvers dan Evans (2009) dengan judul “Understanding networks at the science-policy interface”. Kebijakan-kebijakan
mengenai pengelolaan hutan dan konservasi alam serta geografi merupakan
kebijakan yang berlandaskan pemahaman terhadap sistem ekologis. Kedua artikel
tersebut diatas menunjukkan keberadaan policy
advisory system dalam formulasi kebijakannya yang tergambar disebut sebagai
power and legitimacy (Giessen et. al. ,2009) atau science – policy interface (Chilvers dan Evans ,2009). Dan lebih
jelas dalam kebijakan berlandaskan sistem sosial seperti dalam artikel Craft
dan Howlett (2012), thinks thanks and
knowledge – policy nexus (Nachiappan, 2013) atau expert groups (Metz,2013).
Karakter policy advisory system dalam kebijakan
yang berlandaskan sistem ekologi berkembang melalui kapasitas keahlian atau expertise melalui model policy
advising “speaking truth to power”.
Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, dengan memahami teori eksternalisasi
dalam policy advice yang disampaikan
oleh Vesely (2013) dengan proses eksternalisasi dan filling in, tampaknya
kebijakan yang berlandaskan sistem ekologi pun juga menunjukkan keberadaan
karakter model “speaking truth to power” maupun “sharing
truths with multiple actors of influence”. Contoh nyata
di Indonesia dengan adanya fenomena pengangkatan tenaga ahli (lebih banyak
berperan seperti konsultan) maupun staf ahli (pejabat struktural setingkat
eselon I) pada kementerian kehutanan (kabinet) yang biasanya diangkat dari
kalangan akademik atau institusi riset. Tenaga ahli dan staf ahli ini banyak
berperan dalam formulasi kebijakan di kementerian.
Dual karakter dalam policy advice, seperti tersebut diatas
menimbulkan pengaruh sebagai dual dynamics dalam policy advisory system seperti yang diungkapkan oleh Craft dan
Howlett (2013). Hal ini memerlukan kajian lebih mendalam karena kekhawatiran
ini juga telah menimbulkan perdebatan dalam kajian kebijakan berlandaskan
sistem ekologis dengan keberadaan trend “the
scientification of politics and politicisation of science” (Kleinschmit et. al., 2009 dalam Giessen et. al. ,2009).
Dari semua uraian
diatas, dapat disimpulkan bahwa policy
advisory system yang disampaikan Craft dan Howlett (2012) memiliki
pemahaman universal pada formulasi kebijakan baik yang berlandaskan sistem
sosial maupun sistem ekologis karena keberadaan policy advisory system dapat ditemukan pada kajian-kajian hubungan
dan formulasi kebijakan di kedua sistem tersebut dengan berbagai macam istilah.
Karakter model policy advising
memiliki dual karakter yang harus ditambahkan sebagai kajian baru secara
mendalam tidak hanya dalam kebijakan yang berlandaskan sistem sosial yang sudah
dimulai oleh Vesely (2013) maupun Craft dan Howlett (2013), tapi juga yang berlandaskan sistem ekologis
seperti trend yang disampaikan oleh Kleinschmit et. al. (2009) dalam Giessen et.
al. (2009).
DAFTAR PUSTAKA
Adams,
William,M., Hutton, Jon.2007.People, Parks and Poverty : Political Ecology and
Biodiversity Conservation. Conservation and Society Volume 5 No. 2 ,
147 – 183.
Agrawal, Arun.,
Ostrom, Elinor .2006.Political Science and Conservation Biologi : A Dialog of
The Deaf. Conservation Biology Volume 20 No. 3 , 681 – 682.
Arnost,
Vesely.2013. Externalization of Policy
Advice : Theory, Methodology and Evidence. Policy and Society (32). hal 199
– 209
Chilvers,
Jason,. Evans, James.2009. Understanding
Networks at The Science – Policy Interface. Geoforum (40). hal 355 – 362
Craft,
Jonathan., Howlett, Michael.2012. Policy
Formulation, Governance Shift and Policy Influence : Location and Content in
Policy Advisory Systems. Journal of Public Policy (32), 2, hal 79 – 98.Cambridge
University Press
Craft,
Jonathan., Howlett, Michael.2013. The
Dual Dynamic of Policy Advisory Systems : The Impact of Externalization and
Politicization on Policy Advice. Policy and Society (32). hal 187 – 197
Giessen, Lukas.,
Kleinschmit, Daniela., Bocher, Michael.2009. Between Power and Legitimacy – Discourse and Expertise in Forest and
Environmental Governance. Forest Policy
and Economics (32). hal 452 - 453
Metz,
Julia.2013. Expert Group in The European
Union : A Sui Generis Phenomenon?. Policy and Society (32). hal 187 – 197
Nachiappan,
Karthik.2013. Thinks tanks and The
Knowledge – Policy Nexus in China. Policy and Society (32). hal 255 - 265
Newing, Helen.2011.Conducting Research in Conservation. Social Science Methods and
Practice.Routledge. London and New York.